PALU – Soal kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) kini menjadi pembahasan yang santer dibahas disejumah media. Pasalnya beberapa mahasiswa disejumlah Perguruan Tinggi telah melakukan aksi penolakan atas rencana kenaikan UKT yang dinilai tidak masuk akal.
Menanggapi hal tersebut, Mendikbudristek, Nadiem Makarim mengungkapkan bahwa anggaran pendidikan yang diterima dan dikelola oleh Kementerian yang dipimpinnya itu pada tahun 2024 ini hanya 15 persen dari keseluruhan anggaran pendidikan yang ada, atau sekitar 98,9 Triliun.
Di mana dari jumlah tersebut sebanyak 52 persennya digunakan untuk anggaran pendidikan (transfer daerah), dan 33 persen tersebar di Kementerian Agama, kementerian/ Lembaga, dan kementerian keuangan sebagai pengelola anggaran pembiayaan pendidikan, serta anggaran pendidikan non K/L.
Dalam kesempatan itu, dia juga menjelaskan bahwa prinsip dasar UKT itu harus mengedepankan asas keadilan dan inklusivitas. Oleh karena itu, UKT itu harus selalu berjenjang, artinya bagi mahasiswa yang punya keluarga lebih mampu, maka mereka membayar lebih banyak, sementara mahasiswa dari keluarga yang tidak mampu, membayar lebih sedikit.

“Peraturan UKT baru ini hanya berlaku untuk mahasiswa baru dan tidak berlaku untuk mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi. Jadi masih ada mispersepsi di berbagai kalangan, bahwa kebijakan ini tiba-tiba akan mengubah (ketentuan UKT) mahasiswa lama yang sudah melakukan pendidikannya di perguruan tinggi. Sekali lagi, peraturan ini hanya berlaku untuk mahasiswa baru,” jelas Nadiem dikutip dari laman resmi dpr.go.id.
Sehingga, aturan baru tersebut sejatinya tidak akan berdampak pada mahasiswa lama dengan tingkat ekonomi yang belum mapan atau belum memadai. Sehingga tidak ada mahasiswa yang gagal kuliah atau tiba-tiba harus membayar lebih tinggi akibat dari kebijakan ini.
Ditambahkan Nadim, ada keprihatinan di masyarakat terkait kenaikan UKT ini. Namun, ia meyakini ada beberapa hal yang menjadi komitmen dari Kemendikbudristek untuk mengurangi kiecemasan masyakat tersebut.
Pertama, pihaknya memastikan bahwa universitas atau perguruan tinggi negeri menaikkan UKT dengan peningkatan yang rasional atau masuk akal. Jika pihaknya mendengar ada lompatan-lompatan UKT yang cukup fantastis, pihaknya berkomitmen untuk memastikan lompatan tersebut rasional atau masuk akal.
“Tentunya untuk menaikkan UKT tersebut harus ada rekomendasi dari kami. Untuk itu kami memastikan lompat-lompatan yang tidak rasional itu akan kami berhentikan. Kami akan memastikan kenaikan yang tidak wajar itu akan kami cek, evaluasi, dan assessment. Oleh karenanya, kami meminta perguruan tinggi dan perlu memastikan bahwa kalaupun ada peningkatan UKT harus rasional dan masuk akal, dan tidak terburu-buru,” paparnya.(*/awg)